Halaman

Rabu, 03 Agustus 2016

RE-CHARGE PARENTING

A.    Pengantar
Pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara siswa, guru, orang tua, masyarakat dan pemerintah, yang masing-masing mempunyai peran yang sangat menentukan dalam mencapai tujuan pendidikan (Bab IV, UU No 20 Tahun 2003). Orang tua atau keluarga mempunyai peran yang dominan dalam pola pengasuhan dan mendidik anak (parenting), seperti sabda Nabi SAW : “seorang bapak yang mendidik anaknya, itu lebih baik daripada bersedekah dengan satu sha”.
Tanpa kita sadari anak belajar di sekolah sekitar 8 – 10 jam sehari, selebihnya dihabiskan di luar sekolah sekitar 14 - 16 jam, dengan demikian waktu berinteraksi dengan orang tua lebih banyak dibanding dengan gurunya. Kenyataannya banyak orang tua yang kurang menyadari tentang perannya dalam pengasuhan anak, dengan berbagai alasan mereka merasa telah melakukan pengasuhan, dengan cara memasukkan anaknya dalam berbagai kursus, bimbingan belajar bahkan ada yang memenuhi semua keinginan anaknya secara materi.
Untuk itulah orang tua harus menguatkan kembali pola pengasuhan kepada anak-anaknya (Re-Charge Parenting), yang dapat dilakukan dengan membaca atau menyimak kisah-kisah inspiratif dari berbagai tokoh atau keluarga yang telah berhasil dalam pengasuhan.

B.     Kisah Inspiratif
1.      Keluarga Han Hee Seok
Merupakan keluarga miskin asal Korea yang telah berhasil membuat keajaiban cara belajar anak-anaknya dari siswa dengan rangking akhir menjadi siswa rangking satu tanpa mengikuti kursus atau bimbingan belajar, tetapi dengan kekuatan pengasuhan orang tuanya, seperti yang telah ditulisnya dalam buku Parent With No Property.
Adapun penguatan pengasuhan yang dilakukan oleh Han Hee Seok dalam membimbing anaknya, dengan cara : (1) berkomunikasi dengan bahasa anak dan mengikuti kebiasaan makan bersama anak, sehingga anak merasa kita sebagai temannya, (2) mendampingin anak saat menonnton televisi dan berdiskusi tentang tayangan tersebut sebagai video pembelajaran, (3) pembatasan waktu bermain untuk focus belajar yang diterapkan 2 minggu sebelum ujian sekolah, (4) mempelajari tata bahasa asing/inggris dan membaca dengan keras untuk melatih konsentrasi dan mengetahui pengucapannya sudah benar atau belum, (5) memahami konsep matematikanya dulu, sehingga kalau soalnya dirubah maka anak merasa percaya diri untuk mengerjakannya, (6) menemani anak ke perpustakaan untuk mencari buku yang diperlukan, (7) jangan mengulang pujian dengan kata-kata yang sama, memberikan pujian secara detail, sesuaikan dengan situasinya, jangan membandingkan dengan orang lain, (8) membiasakan istirahat yang cukup akan membuat otak kembali segar, (9) membedakan penanganan terhadap anak perempuan dan laki-laki.
Hal terpenting dalam mendidik anak ternyata bukan ditentukan oleh keadaan ekonomi orang tuanya, tetapi kemauan orang tuanya untuk berubah atau memberi teladan sehingga anaknya mau berubah berdasarkan teladan yang dicontohkan orang tuanya.
2.      Keluarga Jordan
Merupakan keluarga miskin asal Brooklyn New York yang telah melatih anaknya yang bernama Michael Jordan untuk merubah pola pikir dan kemauan yang kuat untuk terus berlatih.
Adapun caranya dengan memberi tugas kepada Michael Jordan dalam menjual baju bekas melalui beberapa kali tugas, yaitu ; (1) menjual sehelai pakaian bekas dengan harga 1 USD, kemudian Michael Jordan berhasil menjualnya distasiun bawah tanah kepada pengunjung atau penumpang seharga 2 USD, (2) menjual sehelai pakaian bekas dengan harga 20 USD, kemudian Michael Jordan mendapatkan ide untuk memodifikasi baju tersebut dengan meminta bantuan sepupunya untuk menggambar Donald Duck dan Mickey Mouse, kemudian menjualnya di sekolah anak orang kaya dan laku 25 USD, (3) menjual sehelai pakaian bekas dengan harga 200 USD, kebetulan pada saat itu sedang ada konferernsi pers film Charlie Anggels, kemudian Michael Jordan berhasil meminta tanda tangan artis Farrah Fawcett pada pakaian bekasnya, dan menjualnya seharga 1.200 USD.
Pada suatu kesempatan sang ayah mengajak diskusi Michael Jordan tentang pengalaman yang diperoleh selama menjual baju bekas yang harganya 1 USD dapat ditingkatkan harganya menjadi berlipat-lipat, kesimpulannya selama kita mau berfikir dan bekerja keras maka akan didapat hasil yang maksimal. Sejak itu, Michael Jordan belajar dengan lebih giat dan menjalani latihan lebih keras, dua puluh tahun kemudian, namanya terkenal di seluruh dunia sebagai pemain basket, disadur dari http://intisari-online.com/read/inspirasi-hidup-michael-jordan.
3.      Kisah Herbert Hoover dan Ignacy J. Paderewski
Kisah nyata Herbert Hoover yang terjadi pada tahun 1892 di Stanford University, yang disadur dari http://amazingreallifeinfo.blogspot.co.id/2014/03/a-time-of-need-story-of-herbert-hoover.html?m=1. Pada waktu itu Herbert Hoover bersama temannya mengadakan konser music dikampus untuk membayar biaya kuliahnya, dengan mengundang pianis besar Ignacy J. Paderewski dengan kesepakatan pembayaran sebesar 2.000 USD.  Pada hari sehabis konser ternyata tiket yang terjual hanya 1.600 USD dan sisanya 400 USD berupa cek diserahkan ke Ignacy J. Paderewski, tetapi oleh sang pianis ceknya di sobek dan uangnya di berikan kepada Herbert Hoover.
Beberapa tahun kemudian Ignacy J. Paderewski menjadi Perdana Menteri Polandia, sayangnya pada Perang Dunia I ada sekitar 1.5 juta orang kelaparan di Polandia dan Negara kehabisan uang. Akhirnya Ignacy J. Paderewski berhasil meminta bantuan ke Administrasi Makanan dan Bantuan Amerika Serikat, dikirimlah berton-ton bahan makanan, sehingga bencana kelaparan dapat diatasi.
Kemudian Ignacy J. Paderewski secara pribadi bertemu Herbert Hoover Presiden AS untuk mengucapkan terima kasih, tetapi Herbert Hoover menyela dan berkata, "Anda tidak harus berterima kasih kepada saya, Anda mungkin sudah lupa, tetapi saya tidak akan pernah dapat melupakannya, beberapa tahun yang lalu, Anda membantu biaya kuliah dua mahasiswa muda di Stanford University, Saya adalah salah satu dari mereka".
Hal yang dapat kita petik dari kisah inspiratif ini adalah, pada saat kita ada kesempatan untuk membantu sesama, JUST DO IT (LAKUKAN), jangan pernah menghitung-hitung soal pahala atau mengharapkan balas budi.
4.      Kisah orang buta, orang botak dan orang kusta
Disadur dari buku buku mendidik anak bersama Rasulullah (M Nur Abdul Hafizh,1999), Hadis Nabi SAW : “sesungguhnya dahulu ada 3 orang bani israil, yang satu terkena penyakit kusta, yang satunya botak dan satunya lagi buta, untuk menguji keimanan mereka Allah mengutus seorang malaikat mendatangi mereka”.
Malaikat mendatangi ketiga orang tersebut, dan menanyakan apa yang kamu dambakan dan harta apa yang paling disukai, orang kusta mendambakan kulit yang halus dan bersih serta seekor unta, kemudian atas ijin Allah kulit orang tersebut bersih dan halus serta memperoleh seekor unta yang sedang bunting. Kemudian orang botak mendambakan rambut yang panjang dan indah serta seekor sapi, kemudian atas ijin Allah rambut orang tersebut panjang dan indah serta memperoleh seekor sapi yang sedang bunting. Sedangkan orang buta mendambakan dapat melihat dan seekor kambing, kemudian atas ijin Allah dapat melihat dan memperoleh seekor kambing yang sedang bunting
Setelah beberapa tahun mereka bertiga menjadi kaya raya berkat hewan ternaknya. Kemudian datanglah malaikat yang menyamar sebagai seorang miskin yang kusta kepada saudagar unta yang dulunya kusta, malaikat tersebut meminta seekor unta untuk bekal hidupnya, tetapi tidak diberi oleh saudagar tersebut, maka atas ijin Allah orang tersebut dikembalikan lagi keaadaan asalnya yaitu seorang yang kusta dan miskin. Dan datanglah malaikat yang menyamar sebagai seorang miskin yang botak kepada saudagar sapi yang dulunya botak, malaikat tersebut meminta seekor sapi untuk bekal hidupnya, tetapi tidak diberi oleh saudagar tersebut, maka atas ijin Allah orang tersebut dikembalikan lagi keaadaan asalnya yaitu seorang yang botak dan miskin. Akhirnya datanglah malaikat yang menyamar sebagai seorang miskin yang buta kepada saudagar kambing yang dulunya buta, malaikat tersebut meminta seekor kambing untuk bekal hidupnya, oleh saudagar tersebut disuruh mengambil kambing sebanyak yang dia butuhkan, maka malaikat tersebut menjelaskan bahwa sebenarnya dirinya adalah malaikat yang diutus Allah SWT untuk menguji mereka dan hanya kamu yang lulus dari ujian Allah SWT.
Hal yang dapat kita petik dari kisah inspiratif ini, bahwa semua yang kita miliki sebetulnya adalah titipan dari Allah, yang sewaktu-waktu dapat diambil lagi oleh Allah kalau kita tidak bersyukur.

C.    Re-Charge Parenting
Hal terpenting dalam pengasuhan orang tua terhadap anak-anaknya adalah Penumbuhan Budi Pekerti (PBP), hal ini sejalan dengan Permendikbud No 23 Tahun 2015, yang meliputi : (1) menumbuhkembangkan nilai-nilai moral dan spiritual, dengan cara berdoa setiap akan beraktifitas, melakukan ibadah bersama, menghadiri kegiatan keagamaan, (2) menumbuhkembangkan nilai-nilai kebangsaan dan kebhinekaan, dengan cara mengajak ke museum, menjelaskan budaya lokal dan menghargai perbedaan tiap budaya, (3) mengembangkan interaksi positif, dengan cara mengucapkan salam, berpamitan, minta ijin, memohon maaf, berterima kasih, saling menolong, menjenguk yang kesusahan, belajar bersama, (4) merawat diri dan lingkungan, dengan cara menjaga kesehatan, kebersihan, menghemat listrik dan air, membuang sampah pada tempatnya, menanam dan merawat tanaman.
Sebagai bahan penguatan orang tua dalam pengasuhan anak, dapat mengikuti cara Nabi Muhammad SAW dalam mendidik anak, yang dimulai dari : (1) metode dasar yang harus dimiliki orang tua yaitu keteladanan, menyediakan waktu yang tepat, pemenuhan kebutuhan anak, mendoakan anak, (2) metode pola pikir dan jiwa anak, yaitu menceritakan tentang hikmah, berbicara dengan bahasa anak, melatih dan memotivasi anak. (3) metode hukuman bagi anak, (M Nur Abdul Hafizh,1999).
 Orang tua  harus menjadi suri tauladan dan berakhlak yang benar saat bergaul dengan anak-anaknya, sesuai denga hadis Nabi “maka orangtuanyalah yang akan menjadikannya sebagai orang yahudi, majusi atau nasrani”.
Orang tua harus menyediakan waktu yang cocok dalam memberikan bimbingan kepada anak-anaknya, terutama pada waktu (a) dalam perjalanan, karena pada kondisi ini anak dalam suasana gembira dan ceria, sehingga memudahkan anak menyerap atau menerima nasihat dari orang tuannya, (b) makan, biasanya pada kondisi lapar dan dihadapannya telah tersedia makanan, anak akan cenderung bersikap masa bodoh terhadap lingkungan sekitarnya, karena dalam benaknya hanya ada rasa lapar dan harus makan, pada saat itulah kita selaku orang tua dapat menasihati mereka dengan hadis Nabi SAW : “mendekatlah wahai anakku, bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang terdekat di hadapanmu”, (c) sakit, dalam kondisi yang sakit biasanya orang yang berhati keras akan menjadi lunak, sehingga lebih mudah menerima nasihat dari kita, seperti kisah Nabi SAW saat menjenguk orang yahudi yang sakit, padahal orang tersebut yang selalu menghina Nabi SAW dan akhirnya orang tersebut masuk islam berkat kelembutan dan nasihat dari Nabi SAW,
Orang tua harus memperhatikan hak anak untuk menanamkan rasa optimis bahwa dalam hidup adalah menerima dan memberi. Hal ini dapat dilihat dari riwayat Nabi SAW : (a) Nabi SAW pada saat diberi minum, disebelah kanan duduk seorang anak dan sebelah kiri orang dewasa, beliau menawarkan minuman terlebih dahulu kepada yang duduk sebelah kanan, yaitu anak kecil, (b) Nabi SAW mengingatkan kepada sahabat dan pengikutnya agar menerima kebenaran walaupun dari seorang anak kecil, (c) Nabi SAW menunjuk imam atau pemimpin yang lebih muda yang mempunyai ilmu dan fasih dalam bacaannya, : “jika tiga orang diantara kamu berpergian maka hendaklah seorang yang lebih fasih bacaannya mengimami mereka walaupun yang paling muda usianya, barang siapa mengimami mereka maka dialah pemimpinnya”.
Orang tua selalu memohonkan doa pada Alllah SWT dan meminta petunjuk bagi kebaikan dan bukan keburukan bagi anak-anaknya. Seperti hadis Nabi SAW : “jangan engkau berdoa dengan keburukan terhadap dirimu, anak-anakmu, para pembantumu, dan hartamu, sebab jika engkau berdoa pada saat diterimanya doa, maka doamu akan dikabulkan dan engkau akan menanggung akibatnya”.
Orang tua bercerita tentang kisah yang mengandung hikmah, untuk menarik perhatian dan merangsang otak yang mempengaruhi pola pikir anak, adapun cerita hikmah yang dipilih harus riwayat yang jelas dan mengandung nilai-nilai kehidupan. Seperti yang terdapat dalam Surah Hud ayat 120 : “dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu, dan dalam surah ini telah datang padamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”. Mengajarkan anak tentang kepribadian Nabi SAW untuk diteladani agar mempunyai kepribadian yang luhur dan mulia.
Orang tua dalam berkomunikasi dengan anak memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (1) berbicara tidak berbelit-belit saat berbicara dengan anak, karena membuat bosan dan tidak dapat diterima dengan baik, seperti hadis Nabi SAW : “wahai anakku, akan kuajarkan kepadamu beberapa kalimat…”, (2) berbicara sesuai kemampuan akalnya, sehingga memudahkan anak dalam berkomunikasi dan memecahkan masalah, seperti yang dilakukan Nabi SAW saat menanyakan kepada seorang anak tawanan perang badar tentang jumlah tentaranya, beliau mengajukan pertanyaan bukan langsung kepada berapa jumlah tentara, tetapi berapa jumlah unta yang dipotong sekali makan, dan jawaban anak tersebut 10 ekor, maka Nabi membuat kesimpulan bahwa jumlah tentaranya sekitar 100 orang. (3) berbicara dengan lemah lembut kepada anak, akan memberi kesempatan kepada akal untuk berkembang dan bekerja dengan baik, sehingga anak akan terbiasa menjadi orang yang sabar dan berbudi luhur serta sanggup mengutarakan isi hatinya dengan baik.
Orang tua melatih anak dengan pengalaman-pengalaman yang praktis, yang dapat memberi masukan wawasan dan ilmu pengetahuan sehingga akalnya mulai terbuka dan bekerja, seperti yang dilakukan Nabi SAW saat melihat seorang anak yang salah dalam menguliti kulit kambing, kemudian Beliau memberi contoh cara menguliti kambing yang benar.  
Orang tua menjadikan anak sebagai teman, sehingga anak lebih mudah mengambil pelajaran  dan kebaikan yang diberikan oleh orang tuanya, dengan cara : (1) berlaku seperti anak-anak ketika bermain bersama mereka, (2) menyambut dengan hangat ketika bertemu anak, mencium dan mencandai anak, mengelus-elus kepala anak, memberi makanan yang baik dan mengajak makan bersama,
Orang tua menanamkan jiwa kompetensi yang membangun dalam diri anak, memberikan dorongan semangat dan motivasi kepada anak untuk maju, dan memberi pujian akan membuat anak semakin percaya diri, dengan cara : (1) menjaga rahasia dan berpuasa, (2) membiasakan anak-anak bergaul dengan orang-orang disekitarnya, (3) menghafal Al quran dan belajar bidang lainnya, (4) membiasakan anak-anak untuk melakukan transaksi jual beli,
Orang tua memenuhi keinginan anak untuk mengembirakannya, menyuruh anak kepada kebaikan, karena kebaikan terbentuk dari kebiasaan, dan menyeru dengan lemah lembut dalam mendidik anak, dengan cara memanggil anak dengan panggilan yang menunjukan rasa kasih saying sehingga anak akan rela melaksanakan nasehat tanpa merasa dipaksa.
 Orang tua harus memberi peringatan sejak dini pada anak saat melakukan kesalahan, dengan didasari rasa cinta dan kasih sayang bukannya tindakan balas dendam dan kemarahan. Karena sifat buruk anak bukanlah lahir dari fitrahnya, tetapi timbul karena kurangnya peringatan sejak dini dari orang tuanya. Adapun jenis perbaikan kesalahan pola pikir dan sikap anak, meliputi : (1) kesalahan cara berpikir, misalnya anak menganggap makan dengan tangan kiri atau minum sambil berdiri bukan suatu kesalahan, maka orang tua harus segera memberi nasehat kepada anak tersebut untuk memperbaiki kesalahannya, (2) kesalahan praktis, misalnya anak sedang mencabuti bulu ayam tetapi caranya salah, maka orang tua segera memberi contoh cara mencabuti bulu ayam yang benar, sehingga anak tahu cara mencabuti bulu ayam yang benar.
Sedangkan tahapan dalam peringatan dan perbaikan bagi anak yang tidak taat, meliputi : (1) memperlihatkan cemeti kepada anak, sesuai sabda Nabi SAW “gantungkanlah cemeti di dinding rumahmu, agar hal itu menjadi peringatan bagi keluargamu”,  bentuk cemeti dalam masa sekarang bisa diartikan sebagai tata tertib, (2) menjewer telinga, seperti yang diriwayatkan oleh Abdullah bin AL-Mazini “ibuku menyuruhku mengantarkan anggur ke Nabi SAW, dipertengah perjalanan sebagian anggurnya saya makan, sesampainya pada Nabi SAW, Beliau menjewerku atas perbuatanku”, (3) memukul sesuai kaidah yang diajarkan Nabi SAW,
Adapun dalam melaksanakan hukuman memukul, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (1) larangan memukul anak sebelum berumur 10 tahun, karena dapat berakibat buruk bagi keadaan fisik dan mental anak, (2) larangan memukul lebih dari 10 kali, sesuai sabda Nabi SAW “hukuman itu tidak boleh lebih dari sepuluh kali lecutan cemeti, kecuali dalam pelaksanaan hudud”, itupun dilakukan dalam keadaan terpaksa dan dan jangan terlalu sering, karena anak tidak akan takut lagi karena sudah terbiasa, (3) alat yang dipakai untuk memukul, bisa menggunakan cemeti, kayu, sandal atau ujung kain yang diikat, tetapi jangan terlalu besar, (4) kaidah tentang cara memukul, meliputi : memukul jangan di satu bagian tubuh saja harus merata dan tidak boleh memukul wajah atau kemaluannya, harus ada jarak waktu pada tiap pukulan, tidak boleh mengangkat ketiak ketika memukul, (5) larangan memukul disertai amarah, karena dapat menyebabkan lepas kontrol, (6) berhentilah memukul bila anakmu mengucapkan nama Allah SWT, sesuai sabda Nabi SAW “apabila seseorang memukul seorang budak, sedangkan ia sudah mengucap nama Allah, maka ia harus berhenti memukulnya”.

D.    Penutup
Secara alamiah setiap orang tua pasti mempunyai naluri untuk melindungi dan mengasuh anak-anaknya, agar menjadi anak yang sehat, pintar dan sholeh.  Pola pengasuhan anak dilakukan secara bertahap, yang meliputi : tahap pemberian contoh dari orang tuanya, tahap memberikan perintah melaksanakan kewajiban kepada anak, dan tahap pemberian hukuman bila anak melalaikan tugas atau kewajibannya
Hal terpenting dalam pengasuhan anak adalah keteladanan dari orang tuanya, untuk itulah orang tua harus terus berubah menjadi lebih baik, jika anak-anaknya ingin menjadi lebih baik, seperti istilah “like son like father”.

0 comments: