Udin lahir di bulan februari tanggal tujuh tahun tujuh puluh dua yang merupakan nomor cantik yaitu (7272), di desa terpencil di daerah perkebunan diujung pulau jawa, dari pasangan suami istri Pak Ahmad dan Bu Gita. Udin merupakan anak ketiga dari empat bersaudara yang semuanya laki-laki, pada tahun tujuh tiga kakaknya meninggal pada usia balita, sehingga sekarang tinggal tiga bersaudara. Keluarga Udin tinggal di perumahan yang disediakan oleh perkebunan dimana Bu Gita bekerja sebagai seorang tenaga medis.
Masa balita Udin, diwarnai peristiwa kehidupan yang sangat menyentuh, mulai dari kondisi sosial, ekonomi dan politik. Peristiwa perjalanan hidup dimulai saat Udin berumur sekitar 3 tahun, dimana sang ayah yang seorang guru di SMP dikampungnya, kena fitnah sebagai simpatisan salah satu partai yang dilarang, sehingga harus di tahan selama kurang lebih 6 bulan di ibu kota kabupaten. Setelah bebas dari penjara Pak Ahmad selaku kepala keluarga seolah mendapatkan hidayah sehingga memutuskan untuk berhijrah, yaitu pindah agama sebagai seorang muslim dari tadinya seorang nasrani, yang diikuti oleh seluruh anggota keluarga.
Pak Ahmad setelah tidak menjadi guru, akhirnya memutuskan untuk memulai usaha baru sebagai tukang foto. dengan modal tabungan yang ada, dibelikannya untuk membeli kamera dan alat cetak foto. Usaha foto Pak Ahmad semakin maju, dikarenakan pada saat itu masih jarang orang yang membuka usaha di bidang fotografi, sehingga boleh dikata tidak mendapat saingan yang berarti. Dimulai dengan foto keliling menggunakan sepeda, menawarkan jasa pemotretan hitam putih dari satu desa ke desa lain, akhirnya mempunyai langganan tetap yaitu sekolah, kantor desa, dan warga yang mengadakan hajatan.
Teknologi fotografi pada masa itu masih sangat sederhana, yaitu masih foto hitam putih, menggunakan klise atau film dan kameranya masih menggunakan yang manual. Ditambah pada saat itu masih belum ada listrik masuk desa, sehingga masih mengandalkan sinar matahari atau petromaks yaitu lampu yang berbahan bakar minyak tanah. Proses bisnisnya dimulai, dari hasil pemotretan menggunakan kamera tersimpan dalam klise/film, kemudian film dipotong dan dicuci menggunakan larutan kima pada ruang gelap, biasanya menggunakan lemari pakaian dan untuk membantu penerangan menggunakan senter yang kacanya dilapisi balon warna merah, sehingga cahayanya tidak merusak film/klise. Setelah itu film dijemur atau diangin-anginkan sampai kering, kemudian dilanjutkan mencetak foto atau istilahnya afdruk foto, menggunakan alat pencetak foto dengan menggunakan cahaya petromaks, dimana klise ditaruh diatas kertas foto sesuai ukuran fotonya dan dikasih cahaya petromaks dari atasnya, kemudian kertas foto dimasukan dalam larutan kimia sampai muncul fotonya dan dibilas pada air biasa, kemudian dijemur pada sinar matahari. setelah kering kertas foto di potong sesuai ukurannya, misal 2 x 3, 3 x 4, 4 x 6 atau 10R, kemudian dimasukan ke plastik pembungkus beserta klisenya dan ditulis nama pemesan dan harganya.
Seiring kemajuan teknologi lahirlah teknologi fotografi warna, dan dukungan hasil usaha foto yang semakin baik, akhirnya Pak Ahmad mengembangkan bisnisnya, dengan membeli kamera warna dan sepeda motor bekas Honda CB 100 yang dibeli dari temannya yang sudah pensiun, serta membuka kerjasama dengan tukang foto dari desa lain untuk bergabung dalam jaringan bisnisnya. Sepeda motor yang dibeli, selain digunakan untuk operasional juga digunakan untuk ojek oleh kakak Udin yang pertama yaitu Mas Paijo, serta mengantar atau menjemput rekanan kerja Pak ahmad yang akan mengirim atau mengambil hasil fotonya. Disamping itu juga bekerjasama dengan pegawai perkebunan yang rumahnya sudah ada listriknya, sehingga untuk produksi fotonya bisa lebih baik dan cepat. Berkat semakin berkembangnya bisnis Pak Ahmad, berhasil membeli rumah sederhana peninggalan Belanda dari temannya, yang lokasinya berada di tetangga desa, sejak itulah keluarga Udin pindah dari rumah dinas perkebunan ke rumah pribadinya yang sederhana.
Pelajaran nilai yang diajarkan Pak Ahmad antara lain : bertanggungjawab, berani memilih keputusan yang tepat (hijrah), pantang menyerah, inovasi, dan berorientasi pada masa depan
Dirumah baru ini, Bu Gita membuka praktek kesehatan yang melayani pertolongan kesehatan dasar diluar jam kerjanya di perkebunan. Layanan kesehatan yang di lakukan Bu Gita, antara lain pelayanan KB, persalinan, imunisasi, sunatan dan tindakan medis dasar lainnya. Pada saat itu Dokter hanya datang sebulan sekali ke daerah perkebunan, sehingga semua layanan kesehatan dilakukan oleh Bu Gita, karena hanya ada satu-satunya petugas kesehatannya. Jika ada pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih dan tidak bisa ditangani oleh Bu Gita, biasanya di rujuk ke RSU yang berada di ibukota kabupaten yang jaraknya sekitar 30 Km.
Seiring bertambahnya waktu usia Udin tidak terasa sudah mencapai 5 Tahun, oleh Bu Gita Udin akan dimasukkan ke TK “AMINAH” yang berada di daerah perkebunan, tetapi Udin menolaknya dan malah menangis. Dengan segala upaya dan bujuk rayu Bu Gita, akhirnya Udin mau masuk TK dengan minta persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu tiap berangkat dan pulang sekolah harus di “gendong” selama 1 minggu. Bu Gita dengan sekuat tenaga menyanggupi persyaratan si Udin, untuk mengendong Udin saat berangkat dan pulang sekolah, walaupun tetangga banyak yang menawarkan jasa mengendong Udin, namun Bu Gita dengan sopan menolaknya.
Pelajaran nilai yang diajarkan Bu Gita antara lain : bekerja dengan sepenuh hati, sesuai kemampuan, menjalankan kesepakatan, dan mendukung anak untuk menuntut ilmu
Di sekolah TK, Udin selalu bikin ulah, mulai bertengkar dengan temannya gara-gara rebutan mainan dan ejek-ejekan. Dan sering bikin jengkel gurunya, karena kelakuan Udin yang selalu duluan kalau jam makan, menggunakan mainan, serta sering kebelet pipis di celana bahkan buang air besar di celana, sehingga gurunya harus mengantar Udin pulang ke rumah.
Tak terasa setahun sudah udin belajar di TK, diakhir tahun biasanya sekolah mengadakan pentas seni yang menampilkan karya anak-anak. Kegiatan pentas seni ini dilakukan di gedung serba guna milik perkebunan, kebetulan Udin dapat tugas untuk menari. Acara tersebut dihadiri oleh orang tua siswa, guru dan pimpinan perkebunan, diakhir acara dilakukan wisuda, dengan memberikan ijasah kepada setiap siswa. Alhamdulillah Udin dinyatakan lulus, dengan predikat yang sangat memuaskan.
Masa liburan akhir tahun sekolah, merupakan hal yang paling ditunggu-tunggu oleh Udin, karena Bu Gita suka mengajak main ke rumah nenek yang berada di kaki gunung Merbabu. Perjalanan ke rumah nenek biasanya berangkat jam 02.00 dini hari dengan menumpang truk pembawa hasil perkebunan yang akan dibawa ke pelabuhan untuk diekspor, sesampainya di ibu kota propinsi, dilanjutkan dengan naik bus umum ke daerah gunung Merbabu. Sekitar pukul 16.00 Udin sampai ke rumah neneknya, yang disambut dengan sukacita oleh keluarga besar Bu Gita. Selama di rumah nenek, Udin biasanya bermain di kebun atau ladang sayur milik nenek untuk mengantarkan bekal makanan dan minuman, untuk yang bekerja di kebun. Disamping itu Udin juga suka diajak kakak Bu Gita untuk ikut berjualan hasil kebun di pasar, selama di pasar Udin paling suka mengikat sayuran dan memisahkan kentang dan tomat berdasarkan ukurannya.
Tak terasa liburan di rumah nenek harus berakhir dan Udin harus pulang kembali ke kampungnya, karena waktu liburan akan berakhir dan Udin harus mendaftar ke Sekolah Dasar didesanya. Pulangnya Udin diantar oleh kakak Bu Gita, karena Bu Gita sudah pulang duluan karena harus bekerja di perkebunan, selama perjalanan pulang Udin naik bus umum menuju ibu kota propinsi, dan menunggu tumpangan truk perkebunan yang pulang dari pelabuhan setelah selesai bongkar muat hasil perkebunan.
Pelajaran nilai yang didapat dari Udin : silaturahmi, mandiri, beradaptasi dengan lingkungan baru, melatih berpisah dengan orang tua
0 comments:
Posting Komentar