A. PENGANTAR
Penilaian
menurut Permendikbud No. 23 Tahun 2016 adalah proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian
dilaksanakan melalui tiga pendekatan, yaitu :
1.
Assessment
of learning (penilaian akhir pembelajaran), penilaian yang dilaksanakan setelah
proses pembelajaran selesai. Proses pembelajaran selesai tidak selalu terjadi
di akhir tahun atau di akhir peserta didik menyelesaikan pendidikan pada
jenjang tertentu, seperti : Ujian Nasional, ujian sekolah/madrasah, dan
penilaian sumatif.
2.
Assessment
for learning (penilaian untuk pembelajaran), dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan
perbaikan proses belajar mengajar, seperti : Penugasan, presentasi, proyek,
termasuk kuis
3.
Assessment
as learning (penilaian sebagai pembelajaran), berfungsi sebagai formatif dan
dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung dengan melibatkan peserta
didik secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut., seperti : Penilaian diri
dan penilaian antar teman
Penilaian
hasil belajar peserta didik pada kurikulum 2013 meliputi aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Hal yang perlu dipersiapkan oleh guru sebelum
penilaian dilakukan adalah menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan
menyiapkan instrumen penilaian.
KKM
adalah kriteria ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan
dengan mengacu pada standar kompetensi lulusan. Dalam menetapkan KKM, satuan
pendidikan harus merumuskannya secara bersama antara kepala sekolah, pendidik,
dan tenaga kependidikan lainnya. KKM dirumuskan setidaknya dengan memperhatikan
3 (tiga) aspek, yaitu karakteristik peserta didik (intake), karakteristik mata
pelajaran (kompleksitas materi/kompetensi), dan kondisi satuan pendidikan (guru
dan daya dukung) pada proses pencapaian kompetensi.
Berdasarkan
Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan, Lingkup
penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah terdiri atas
penilaian hasil belajar oleh pendidik; penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan; dan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
B. PENILAIAN OLEH PENDIDIK
1.
Penilaian
Sikap
Pelaksanaan
penilaian sikap ditujukan untuk mengetahui kecenderungan perilaku spiritual dan
sosial peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar
kelas sebagai hasil pendidikan dan memfasilitasi tumbuhnya perilaku peserta
didik sesuai butir-butir nilai sikap dari KI-1 dan KI-2. Adapun teknik yang
digunakan meliputi :
a.
Observasi,
Lembar observasi merupakan instrumen yang dapat digunakan oleh pendidik untuk
memudahkan penyusunan laporan hasil pengamatan terhadap perilaku peserta didik
yang berkaitan dengan sikap spiritual dan sikap sosial. Sikap yang diamati
adalah sikap yang tercantum dalam indikator pencapaian kompetensi pada KD untuk
mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti (PABP) dan Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Pada mata pelajaran selain PABP dan PPKn,
sikap yang diamati tercantum pada KI-1 dan KI-2. Macam lembar observasi :
1.
Lembar
observasi tertutup, Ketika menggunakan lembar observasi tertutup, pendidik
menentukan secara sistematis butir-butir perilaku yang akan diobservasi beserta
indikator-indikatornya.
2.
Lembar
observasi terbuka, Jurnal biasanya digunakan untuk mencatat perilaku peserta
didik yang “ekstrim.” Jurnal tidak hanya didasarkan pada apa yang dilihat
langsung oleh pendidik, walikelas, dan guru BK, tetapi juga informasi lain yang
relevan dan valid yang diterima dari berbagai sumber
Berikut adalah beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam melaksanakan penilaian sikap dengan teknik observasi :
1.
Jurnal
penilaian (perkembangan) sikap ditulis oleh wali kelas, guru mata pelajaran,
dan guru BK selama periode satu semester
2.
Bagi
wali kelas, 1 (satu) jurnal digunakan untuk satu kelas yang menjadi tanggung
jawabnya. Bagi guru mata pelajaran, 1 (satu) jurnal digunakan untuk setiap
kelas yang diajarnya. Bagi guru BK, 1 (satu) jurnal digunakan untuk setiap
kelas di bawah bimbingannya.
3.
Perkembangan
sikap spiritual dan sikap sosial peserta didik dapat dicatat dalam 1 (satu)
jurnal atau dalam 2 (dua) jurnal yang terpisah.
4.
Peserta
didik yang dicatat dalam jurnal pada dasarnya adalah mereka yang menunjukkan
perilaku yang sangat baik atau kurang baik secara alami (peserta didik yang
menunjukkan sikap baik tidak harus dicatat dalam jurnal).
5.
Perilaku
sangat baik atau kurang baik yang dicatat dalam jurnal tersebut tidak terbatas
pada butir-butir nilai sikap (perilaku) yang hendak ditanamkan melalui
pembelajaran yang saat itu sedang berlangsung sebagaimana dirancang dalam RPP,
tetapi juga butir-butir nilai sikap lainnya yang ditumbuhkan dalam semester itu
selama sikap tersebut ditunjukkan oleh peserta didik melalui perilakunya secara
alami.
6.
Wali
kelas, guru mata pelajaran, dan guru BK mencatat (perkembangan) sikap peserta
didik segera setelah mereka menyaksikan dan/atau memperoleh informasi
terpercaya mengenai perilaku peserta didik sangat baik/ kurang baik yang
ditunjukkan peserta didik secara alami.
7.
Apabila
peserta didik tertentu pernah menunjukkan sikap kurang baik, ketika yang
bersangkutan telah (mulai) menunjukkan sikap yang baik (sesuai harapan), sikap
yang (mulai) baik tersebut harus dicatat dalam jurnal.
8.
Pada
akhir semester guru mata pelajaran dan guru BK merekap perkembangan sikap
spiritual dan sikap sosial setiap peserta didik dan menyerahkan hasil rekapan
tersebut kepada wali kelas untuk diolah lebih lanjut.
b.
Penilaian
Diri, merupakan teknik penilaian terhadap diri sendiri (peserta didik) dengan
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan sikapnya dalam berperilaku. Hasil
penilaian diri peserta didik dapat digunakan sebagai data konfirmasi
perkembangan sikap peserta didik. Selain itu, penilaian diri peserta didik juga
dapat digunakan untuk menumbuhkan nilai-nilai kejujuran dan meningkatkan
kemampuan refleksi atau mawas diri. Instrumen penilaian diri dapat berupa
lembar penilaian diri yang berisi butir-butir pernyataan sikap positif yang
diharapkan dengan menggunakan kolom ya dan tidak atau dapat juga menggunakan
skala likert.
c.
Penilaian
antar teman, merupakan teknik penilaian yang dilakukan oleh seorang peserta
didik (penilai) terhadap peserta didik yang lain terkait dengan sikap/perilaku
peserta didik yang dinilai. Sebagaimana penilaian diri, hasil penilaian antar
teman dapat digunakan sebagai data konfirmasi. Selain itu penilaian antar teman
juga dapat digunakan untuk menumbuhkan beberapa nilai seperti kejujuran,
tenggang rasa, dan saling menghargai.
Langkah-langkah untuk
membuat deskripsi nilai/perkembangan sikap selama satu semester:
a.
Guru
mata pelajaran, wali kelas dan guru BK masing-masing mengelompokkan (menandai)
catatan-catatan sikap pada jurnal yang dibuatnya kedalam sikap spiritual dan
sikap sosial (apabila pada jurnal belum ada kolom butir nilai).
b.
Guru
mata pelajaran, wali kelas dan guru BK masing-masing membuat rumusan deskripsi
singkat sikap spiritual dan sikap sosial berdasarkan catatan-catatan jurnal
untuk setiap peserta didik.
c.
Wali
kelas mengumpulkan deskripsi singkat sikap dari guru mata pelajaran dan guru
BK. Dengan memperhatikan deskripsi singkat sikap spiritual dan sosial dari guru
mata pelajaran, guru BK, dan wali kelas yang bersangkutan, wali kelas
menyimpulkan (merumuskan deskripsi) capaian sikap spiritual dan sosial setiap
peserta didik.
d.
Pelaporan
hasil penilaian sikap dalam bentuk predikat dan deskripsi.
2.
Penilaian
Pengetahuan
Dimensi
pengetahuan diklasifikasikan menjadi faktual, konseptual, prosedural, serta
metakognitif. Dimensi proses kognitif ini tersusun secara hirarkis mulai dari
mengingat (remembering), memahami (understanding), menerapkan (applying),
menganalisis (analyzing), menilai (evaluating), dan mengkreasi (creating).
Pengetahuan
faktual, Elemen-elemen dasar yang harus diketahui peserta didik untuk
mempelajari suatu ilmu atau menyelesaikan masalah di dalamnya. Pengetahuan konseptual,
Hubungan-hubungan antar elemen dalam sruktur besar yang mermungkinkan elemennya
berfungsi secara bersama-sama. Pengetahuan prosedural, Pengetahuan tentang
bagaimana (cara) melakukan sesuatu, mempraktekkan metode-metode penelitian, dan
kriteria-kriteria untuk menggunakan keterampilan, algoritma, dan metode. Pengetahuan
metakognitif, merupakan kesadaran seseorang tentang bagaimana ia belajar,
kemampuan untuk menilai kesukaran sesuatu masalah, kemampuan untuk mengamati
tingkat pemahaman dirinya
Adapun
Teknik yang biasa digunakan untuk penilaian pengetahuan, antara lain :
a.
Tes
Tertulis, merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta
didik dalam bentuk tulisan. Bentuk tes tertulis berupa pilihan ganda, isian,
benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen tes tertulis dikembangkan atau
disiapkan dengan mengikuti langkah-langkah berikut :
1.
Menganalisis
kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi (IPK).
2.
Menetapkan
tujuan penilaian untuk keperluan mengetahui capaian pembelajaran ataukah untuk
memperbaiki proses pembelajaran, atau untuk keduanya. penilaian harian untuk
mengetahui capaian pembelajaran atau untuk memperbaiki proses pembelajaran
(formatif), PTS dan PAS untuk mengetahui capaian pembelajaran (sumatif).
3.
Menyusun
Kisi-Kisi Soal meliputi KD yang akan diukur, lingkup materi, materi, indikator
soal, nomor soal, level, dan bentuk soal.
4.
Menulis
soal berdasarkan kisi-kisi dan kaidah penulisan soal
5.
Menyusun
pedoman penskoran
6.
Untuk
soal pilihan ganda, isian, menjodohkan, dan jawaban singkat disediakan kunci
jawaban. Untuk soal uraian disediakan kunci/model jawaban dan rubrik
b.
Tes
Lisan, adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan secara langsung antara pendidik
dan peserta didik. Tes lisan terdiri dari tes lisan bebas dan tes lisan
berpedoman.
c.
Penugasan,
adalah pemberian tugas kepada peserta didik untuk mengukur dan/atau
memfasilitasi peserta didik memperoleh atau meningkatkan pengetahuan.
Nilai
pengetahuan diperoleh dari hasil penilaian harian (PH), penilaian tengah
semester (PTS), dan penilaian akhir semester (PAS) yang dilakukan dengan
beberapa teknik penilaian sesuai tuntutan KD. Penulisan capaian pengetahuan
pada buku rapor menggunakan angka pada skala 0 – 100 yang disertai dengan
deskripsi.
Hasil
Penilaian Harian (HPH), merupakan nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil
penilaian harian melalui tes tertulis dan/atau penugasan untuk setiap KD. Dalam
perhitungan nilai rata-rata dapat diberikan pembobotan untuk nilai tes tertulis
dan penugasan misalnya 60% untuk bobot tes tertulis dan 40% untuk penugasan.
Pembobotan ini ditentukan oleh pendidik berkoordinasi dengan satuan pendidikan.
Hasil
Penilaian Tengah Semester (HPTS), merupakan nilai yang diperoleh dari penilaian
tengah semester (PTS) melalui tes tertulis dengan materi yang diujikan terdiri
atas semua KD dalam tengah semester.
Hasil
Penilaian Akhir Semester (HPAS), merupakan nilai yang diperoleh dari penilaian
akhir semester (PAS) melalui tes tertulis dengan materi yang diujikan terdiri
atas semua KD dalam satu semester.
Hasil
Penilaian Akhir (HPA), merupakan hasil pengolahan dari HPH, HPTS, dan HPAS
dengan menggunakan formulasi dengan atau tanpa pembobotan yang ditetapkan oleh
satuan pendidikan.
Di
samping nilai dalam bentuk angka dan predikat, dalam buku rapor dituliskan
deskripsi capaian pengetahuan untuk setiap mata pelajaran. Deskripsi capaian
pengetahuan dalam buku rapor dilakukan dengan mengikuti rambu-rambu berikut :
a.
Penggunaan
kalimat dalam deskripsi pengetahuan bersifat memotivasi dengan pilihan
kata/frasa yang bernada positif. Hindari frasa yang bermakna kontras, misalnya:
... tetapi masih perlu peningkatan dalam ... atau... namun masih perlu
bimbingan dalam hal ....
b.
Deskripsi
berisi beberapa pengetahuan yang SANGAT BAIK dan/atau BAIK dikuasai oleh
peserta didik dan yang penguasaannya MULAI BERKEMBANG.
Hasil
penilaian yang diperoleh harus diinformasikan langsung kepada peserta didik
sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan peserta didik (assessment as
learning), pendidik (assessment for learning), dan satuan pendidikan selama
proses pembelajaran berlangsung (melalui PH/pengamatan harian) maupun setelah
beberapa kali program pembelajaran (PTS), atau setelah selesai program
pembelajaran selama satu semester (PAS).
Penilaian
yang dilakukan oleh pendidik dengan tujuan untuk memperoleh nilai guna pengisian
buku rapor, maka penilaian ini merupakan assessment of learning. Hasil analisis
penilaian pengetahuan berupa informasi tentang peserta didik yang telah
mencapai KKM dan peserta didik yang belum mencapai KKM. Peserta didik yang
belum mencapai KKM perlu ditindaklanjuti dengan remedial, sedangkan peserta
didik yang telah mencapai KKM diberikan pengayaan, dengan memperhatikan
ketersediaan waktu pertemuan yang ada.
a.
Pembelajaran
remedial dapat dilakukan dengan cara :
1.
pemberian
pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda, menyesuaikan dengan
gaya belajar peserta didik;
2.
pemberian
bimbingan secara perorangan (hanya pada peserta didik yang harus
remedial);
3.
pemberian
instrumen-instrumen atau latihan secara khusus, dimulai dengan
instrumen-instrumen atau latihan sesuai dengan kemampuannya;
4.
pemanfaatan
tutor sebaya, yaitu peserta didik dibantu oleh teman sekelasnya yang telah
mencapai KKM.
Pembelajaran remedial
diberikan segera setelah peserta didik diketahui belum mencapai KKM berdasarkan
hasil PH, PTS, atau PAS. Pembelajaran remedial pada dasarnya difokuskan pada KD
yang belum tuntas dan dapat diberikan berulang-ulang sampai mencapai KKM dengan
waktu hingga batas akhir semester.
Apabila hingga akhir semester pembelajaran remedial belum bisa membantu
peserta didik mencapai KKM, pembelajaran remedial bagi peserta didik tersebut
dapat dihentikan. Nilai KD yang dimasukkan ke dalam pengolahan penilaian akhir
semester adalah penilaian setinggi-tingginya sama dengan KKM yang ditetapkan
oleh sekolah untuk mata pelajaran tersebut.
Apabila pesetra didik belum/tidak mencapai KKM, nilai yang dimasukkan
adalah nilai tertinggi yang dicapai setelah mengikuti pembelajaran remedial.
Guru tidak dianjurkan dengan memaksakan pemberian nilai tuntas kepada peserta
didik yang belum mencapai KKM.
b.
Pembelajaran
pengayaan dapat dilakukan melalui:
1.
Belajar
kelompok, yaitu sekelompok peserta didik diberi instrumen pengayaan untuk
dikerjakan bersama pada dan/atau di luar jam pelajaran;
2.
Belajar
mandiri, yaitu peserta didik diberi instrumen pengayaan untuk dikerjakan
sendiri/individual;
3.
Pembelajaran
berbasis tema, yaitu memadukan beberapa konten pada tema tertentu sehingga
peserta didik dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu
3.
Penilaian
Ketrampilan, merupakan penilaian yang dilakukan untuk mengukur kemampuan
peserta didik dalam menerapkan pengetahuan untuk melakukan tugas tertentu di
berbagai macam konteks keterampilan, sesuai dengan indikator pencapaian
kompetensi (IPK). Penilaian keterampilan tersebut meliputi ranah berpikir dan
bertindak. Keterampilan ranah berpikir meliputi keterampilan menggunakan,
mengurai, merangkai, modifikasi, dan membuat. Keterampilan dalam ranah
bertindak meliputi membaca, menulis, menghitung, menggambar, dan mengarang. Penilaian
keterampilan dapat dilakukan dengan berbagai teknik, antara lain :
a.
Penilaian
Praktik, merupakan penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan
suatu aktivitas sesuai dengan tuntutan kompetensi. Dengan demikian, aspek yang
dinilai dalam penilaian praktik adalah kualitas proses mengerjakan/melakukan
suatu tugas. Penilaian praktik bertujuan menilai kemampuan peserta didik dalam
mendemonstrasikan keterampilannya untuk melakukan suatu kegiatan. Penilaian
praktik lebih otentik daripada penilaian paper and pencil karena bentuk-bentuk
tugasnya lebih mencerminkan kemampuan yang diperlukan dalam praktik kehidupan
sehari-hari. Contoh penilaian praktik
adalah membaca karya sastra, membacakan pidato (reading loudly dalam mata
pelajaran bahasa Inggris), menggunakan peralatan laboratorium sesuai keperluan,
memainkan alat musik, bermain bola, bermain tenis, berenang, menyanyi, menari,
dan sebagainya.
b.
Penilaian
Produk, adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk.
Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat
produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni
(patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik,
dan logam. Penilaian produk merupakan
penilaian terhadap keterampilan peserta didik dalam mengaplikasikan pengetahuan
yang dimiliki ke dalam wujud produk dalam waktu tertentu sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan baik dari segi proses maupun hasil akhir. Penilaian
produk dilakukan terhadap kualitas suatu produk yang dihasilkan. Penilaian produk bertujuan untuk (1) menilai
keterampilan peserta didik dalam membuat produk tertentu sehubungan dengan
pencapaian tujuan pembelajaran di kelas; (2) menilai penguasaan keterampilan
sebagai syarat untuk mempelajari keterampilan berikutnya; dan (3) menilai
kemampuan peserta didik dalam bereksplorasi dan mengembangkan gagasan dalam
mendesain dan menunjukkan inovasi dan kreasi.
c.
Penilaian
Proyek, merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu
investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian,
pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk
mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan
kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara
jelas. Penilaian proyek bertujuan untuk mengembangkan dan memonitor
keterampilan peserta didik dalam merencanakan, menyelidiki dan menganalisis
proyek. Dalam konteks ini peserta didik dapat menunjukkan pengalaman dan
pengetahuan mereka tentang suatu topik, memformulasikan pertanyaan dan
menyelidiki topik tersebut melalui bacaan, wisata, dan wawancara. Kegiatan
mereka kemudian dapat digunakan untuk menilai kemampuannya dalam bekerja
independen atau kelompok. Produk suatu proyek dapat digunakan untuk menilai
kemampuan peserta didik dalam mengomunikasikan temuan-temuan mereka dengan
bentuk yang tepat, misalnya presentasi hasil melalui visual display atau
laporan tertulis.
d.
Penilaian
Portofolio, merupakan kumpulan karya atau dokumen peserta didik yang tersusun
secara sistematis dan terorganisasi, diambil selama proses pembelajaran dan
digunakan oleh guru dan peserta didik untuk menilai dan memantau perkembangan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik dalam mata pelajaran
tertentu. Tujuan utama dilakukan penilaian
portofolio adalah untuk menentukan hasil karya dan proses bagaimana hasil karya
tersebut diperoleh sebagai salah satu bukti yang dapat menunjukkan pencapaian
belajar peserta didik, yaitu mencapai kompetensi dasar dan indikator yang telah
ditetapkan. Selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil pekerjaan peserta
didik, penilaian portofolio juga berfungsi untuk mengetahui perkembangan
kompetensi peserta didik. Terdapat
beberapa tipe portofolio yaitu portofolio dokumentasi, portofolio proses, dan
portofolio pameran. Pendidik dapat memilih tipe portofolio sesuai dengan
karakteristik kompetensi dasar dan/atau konteks mata pelajaran. Pada akhir
suatu periode, hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh pendidik
bersama peserta didik. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, pendidik dan
peserta didik dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan terus
melakukan perbaikan. Dengan demikian portofolio dapat memperlihatkan
perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui karyanya. Portofolio peserta didik disimpan dalam suatu
folder dan diberi tanggal pembuatan sehingga perkembangan kualitasnya dapat
dilihat dari waktu ke waktu. Portofolio dapat digunakan sebagai salah satu
bahan penilaian. Hasil penilaian portofolio bersama dengan penilaian lainnya
dipertimbangkan untuk pengisian buku rapor/laporan penilaian kompetensi peserta
didik. Portofolio merupakan bagian dari penilaian otentik, yang secara langsung
dapat merepresentasikan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik.
Penilaian portofolio dilakukan untuk menilai karya-karya peserta didik secara
bertahap dan pada akhir suatu periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan
dipilih bersama oleh guru dan peserta didik. Karya-karya terbaik menurut
pendidik dan peserta didik disimpan dalam folder dokumen portofolio. Pendidik dan
peserta didik harus mempunyai alasan yang sama mengapa karya-karya tersebut
disimpan di dalam dokumen portofolio.
Setiap karya pada dokumen portofolio harus memiliki makna atau kegunaan
bagi peserta didik, pendidik, dan orang tua peserta didik. Selain itu,
diperlukan komentar dan refleksi dari pendidik, dan orangtua peserta
didik. Karya peserta didik yang dapat
disimpan sebagai dokumen portofolio antara lain: karangan, puisi,
gambar/lukisan, surat penghargaan/piagam, foto-foto prestasi, dan sejenisnya. Dokumen
portofolio dapat menumbuhkan rasa bangga bagi peserta didik sehingga dapat
mendorong untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik. Pendidik dapat memanfaatkan portofolio untuk
mendorong peserta didik mencapai sukses dan membangun kebanggaan diri. Secara
tidak langsung, hal ini berdampak pada peningkatan upaya peserta didik untuk
mencapai tujuan individualnya. Disamping itu, pendidik merasa lebih mantap
dalam mengambil keputusan penilaian karena didukung oleh bukti-bukti autentik
yang telah dicapai dan dikumpulkan peserta didik. Agar penilaian portofolio
menjadi efektif, pendidik dan peserta didik perlu menentukan ruang lingkup
penggunaan portofolio antara lain sebagai berikut:
1.
Setiap
peserta didik memiliki dokumen portofolio sendiri yang memuat hasil belajar
pada setiap mata pelajaran atau setiap kompetensi;
2.
Menentukan
jenis hasil kerja/karya yang perlu dikumpulkan/disimpan;
3.
Pendidik
memberi catatan (umpan balik) berisi komentar dan masukan untuk ditindaklanjuti
peserta didik;
4.
Peserta
didik harus membaca catatan pendidik dengan kesadaran sendiri dan
menindaklanjuti masukan pendidik untuk memperbaiki hasil karyanya; dan
5.
Catatan
pendidik dan perbaikan hasil kerja yang dilakukan peserta didik diberi tanggal,
sehingga dapat dilihat perkembangan kemajuan belajar peserta didik.
Rambu-rambu
penyusunan dokumen portofolio :
1.
Dokumen
portofolio berupa karya/tugas peserta didik dalam periode tertentu, dikumpulkan
dan digunakan oleh pendidik untuk mendeskripsikan capaian kompetensi keterampilan;
2.
Dokumen
portofolio disertakan pada waktu penerimaan rapor kepada orangtua/wali peserta
didik, sehingga mengetahui perkembangan belajar putera/puterinya. Orangtua/wali
peserta didik diharapkan dapat memberi komentar/catatan pada dokumen portofolio
sebelum dikembalikan ke sekolah;
3.
Pendidik
pada kelas berikutnya menggunakan portofolio sebagai informasi awal peserta
didik yang bersangkutan;
e.
Teknik
lain, Pengukuran keterampilan dalam ranah berpikir abstrak (membaca, menulis,
menyimak, dan menghitung) dapat digunakan teknik lain seperti tes tertulis.
Pada mata pelajaran matematika atau IPA, untuk mengetahui kompetensi peserta
didik menyelesaikan masalah yang terkait dengan konsep-konsep dalam kedua mata
pelajaran tersebut dapat dilakukan dengan tes tertulis. Pada mata pelajaran
rumpun bahasa, peserta didik menyusun berbagai jenis teks
Perencanaan
penilaian meliputi penyusunan kisi-kisi, penyusunan instrumen, dan penyusunan
rubrik penilaian. Penyusunan kisi-kisi menentukan kompetensi yang penting untuk
dinilai, dalam hal ini adalah KD dari KI 4 dan menyusun indikator berdasarkan
kompetensi yang akan dinilai.
Instrumen
yang disusun mengarah kepada pencapaian indikator hasil belajar, dapat
dikerjakan oleh peserta didik, sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik,
memuat materi yang sesuai dengan cakupan kurikulum, bersifat adil (tidak bias
gender dan latar belakang sosial ekonomi); dan menetapkan batas waktu
penyelesaian.
Hal
lain yang perlu disiapkan adalah rubrik penilaian. Rubrik penilaian hendaknya
(1) memuat seperangkat indikator untuk menilai kompetensi tertentu, (2)
memiliki indikator yang diurutkan berdasarkan urutan langkah kerja pada
instrumen atau sistematika pada hasil kerja peserta didik, (3) dapat mengukur
kemampuan yang diukur (valid), (4) dapat digunakan untuk menilai kemampuan
peserta didik, (5) dapat memetakan kemampuan peserta didik, dan (6) disertai
dengan penskoran yang jelas
Pelaksanaan
penilaian merupakan implementasi dari perencanaan penilaian yang telah disusun.
Tahapan pelaksanaan penilaian praktik, produk, dan proyek sebagaimana
dijelaskan di bawah ini:
1.
pemberian
tugas secara rinci;
2.
penjelasan
aspek dan rubrik penilaian;
3.
pelaksanaan
penilaian sebelum, selama, dan setelah peserta didik melakukan pembelajaran;
dan
4.
pendokumentasian
hasil penilaian.
Nilai
keterampilan diperoleh dari hasil penilaian praktik, produk, proyek, dan
portofolio. Hasil penilaian dengan teknik praktik dan proyek dibuat nilai
rata-rata untuk memperoleh nilai akhir keterampilan pada setiap mata pelajaran.
Seperti pada pengetahuan, penulisan capaian keterampilan pada buku rapor
menggunakan angka pada skala 0 – 100 dengan disertai deskripsi.
Tindak
lanjut hasil penilaian meliputi pembelajaran remedial dan pengayaan.
Pembelajaran remedial diberikan kepada peserta didik yang belum mencapai KKM,
sementara pengayaan diberikan kepada peserta didik yang telah mencapai atau
melampaui KKM.
C. PENULISAN DAN PENGEMBANGAN SOAL HOTS
1.
PENGERTIAN
DAN KARAKTERISTIK HOTS,
Kegiatan
berpikir sudah dilakukan sejak manusia ada, tetapi pengertian tentang berpikir
masih terus diperdebatkan berbagai kalangan, terutama kalangan pemikir
pendidikan. Menurut Dewey (1859 – 1952) berpikir merupakan aktivitas psikologis
ketika terjadi situasi keraguan, sedangkan Vygotsky (1896 – 1934) lebih
mengaitkan berpikir dengan proses mental. Secara umum para tokoh pemikir
bersepakat bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami
seseorang ketika orang tersebut dihadapkan pada situasi atau suatu permasalahan
yang harus dipecahkan. Berpikir selalu berkaitan dengan proses mengeksplorasi
gagasan, membentuk berbagai kemungkinan atau alternatif-alternatif yang
bervariasi, dan dapat menemukan solusi.
Salah satu taksonomi
proses berpikir yang diacu secara luas adalah taksonomi Bloom dan telah
direvisi oleh Anderson & Krathwohl (2001). Dalam taksonomi Bloom yang
direvisi tersebut, dirumuskan 6 level proses berpikir, yaitu: C 1 = mengingat
(remembering), C 2 = memahami (understanding), C 3 = menerapkan (applying), C 4
= menganalisis (analyzing), C 5 = mengevaluasi (evaluating), C 6 = mengkreasi
(creating)
Pada
pemilihan kata kerja operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal HOTS,
hendaknya tidak terjebak pada pengelompokkan KKO. Sebagai contoh kata kerja
“menentukan‟ pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan C3. Dalam konteks
penulisan soal-soal HOTS, kata kerja “menentukan‟ bisa jadi ada pada ranah C5
(mengevaluasi) apabila untuk menentukan keputusan didahului dengan proses
berpikir menganalisis informasi yang disajikan pada stimulus lalu peserta didik
diminta menentukan keputusan yang terbaik. Bahkan kata kerja “menentukan‟ bisa
digolongkan C6 (mengkreasi) bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun
strategi pemecahan masalah baru. Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO)
sangat dipengaruhi oleh proses berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab
pertanyaan yang diberikan.
Brookhart
(2010) sependapat dengan konsep berpikir tingkat tinggi dalam taksonomi Bloom
yang direvisi Anderson dan Krathwohl di atas. Secara praktis Brookhart
menggunakan tiga istilah dalam mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat
tinggi (HOTS), yaitu:
1.
HOTS
adalah proses transfer, dalam konteks pembelajaran adalah melahirkan belajar
bermakna (meaningfull learning), yakni kemampuan peserta didik dalam menerapkan
apa yang telah dipelajari ke dalam situasi baru tanpa arahan atau petunjuk
pendidik atau orang lain
2.
HOTS
adalah berpikir kritis, dalam konteks pembelajaran adalah membentuk peserta
didik yang mampu untuk berpikir logis (masuk akal), reflektif, dan mengambil
keputusan secara mandiri
3.
HOTS
adalah penyelesaian masalah, menjadikan peserta didik mampu menyelesaikan
permasalahan riil dalam kehidupan nyata, yang umumnya bersifat unik sehingga
prosedur penyelesaiannya juga bersifat khas dan tidak rutin
Dilihat
dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi metakognitif,
tidak sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural saja.
Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep yang
berbeda, menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih
strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen
(reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.
Keterampilan
berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan berpikir logis, kritis, kreatif,
dan problem solving secara mandiri. Berpikir logis adalah kemampuan bernalar,
yaitu berpikir yang dapat diterima oleh akal sehat karena memenuhi kaidah
berpikir ilmiah. Berpikir kritis adalah berpikir reflektif-evaluatif. Orang
yang kritis selalu menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki untuk
menganalisis hal-hal baru, misalnya dengan cara membandingkan atau
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya sehingga mampu menjustifikasi atau
mengambil keputusan. Sementara itu, berpikir kreatif adalah kemampuan menemukan
ide/gagasan yang baru atau berbeda. Dengan gagasan yang baru atau berbeda,
seseorang akan mampu melakukan berbagai inovasi untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan nyata yang dihadapinya.
2.
KARAKTERISTIK
INSTRUMEN PENILAIAN HOTS.
Soal yang termasuk
Higher Order Thinking memiliki ciri-ciri: 1. transfer satu konsep ke konsep
lainnya; 2. memproses dan menerapkan informasi; 3. mencari kaitan dari berbagai
informasi yang berbeda-beda; 4. menggunakan informasi untuk menyelesaikan
masalah; 5. menelaah ide dan informasi secara kritis.
Soal-soal
HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai bentuk penilaian
kelas dan Ujian Sekolah. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-soal HOTS di
tingkat satuan pendidikan, berikut ini dipaparkan karakteristik soal-soal HOTS.
Di
bawah ini dideskripsikan beberapa karakteristik instrumen penilaian berpikir
tingkat tinggi (HOTS):
1.
Mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi The
Australian Council for Educational Research (ACER) menyatakan bahwa kemampuan
berpikir tingkat tinggi merupakan proses: menganalisis, merefleksi, memberikan
argumen (alasan), menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun,
menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan untuk
mengingat, mengetahui, atau mengulang. Dengan demikian, jawaban soal-soal HOTS
tidak tersurat secara eksplisit dalam stimulus. Kemampuan berpikir tingkat
tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving),
keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative
thinking), kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil keputusan
(decision making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu
kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh setiap
peserta didik. Kreativitas menyelesaikan permasalahan dalam HOTS, terdiri
atas:
i. kemampuan
menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;
ii. kemampuan mengevaluasi
strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang
yang berbeda;
iii. menemukan model-model
penyelesaian baru yang berbeda dengan caracara sebelumnya.
‘Difficulty’ is NOT
same as higher order thinking. Tingkat kesukaran dalam butir soal tidak sama
dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh, untuk mengetahui arti
sebuah kata yang tidak umum (uncommon word) mungkin memiliki tingkat kesukaran
yang sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk menjawab permasalahan tersebut tidak
termasuk higher order thinking skills. Dengan demikian, soal-soal HOTS belum
tentu soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi.
Kemampuan berpikir
tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses pembelajaran di kelas. Oleh karena
itu agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka proses
pembelajarannya juga memberikan ruang kepada peserta didik untuk menemukan
konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran dapat
mendorong peserta didik untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis.
2.
Bersifat
Divergen, Instrumen penilaian HOTS harus bersifat divergen, artinya
memungkinkan peserta didik memberikan jawaban berbeda-beda sesuai proses
berpikir dan sudut pandang yang digunakan karena mengukur proses berpikir
analitis, kritis, dan kreatif yang cenderung bersifat unik atau berbeda-beda
responsnya bagi setiap individu. Karena bersifat divergen, instrumen penilaian
HOTS lebih mudah dirancang dalam format tugas atau pertanyaan terbuka, misalnya
soal esai/uraian dan tugas kinerja. Apakah soal pilihan tidak dapat digunakan untuk
mengukur HOTS? Jawabannya dapat, asal proses berpikir untuk menjawab soal
pilihan tersebut bukan sekedar menghafal atau mengulang. Sebaliknya, setiap
soal uraian juga belum tentu HOTS jika untuk menjawabnya tidak memerlukan
penalaran. Bahkan tugas kinerjapun belum tentu HOTS, kalau hanya berbentuk
resep sehingga peserta didik hanya melakukan petunjuk yang diberikan.
3.
Menggunakan
Multirepresentasi, Instrumen penilaian HOTS umumnya tidak menyajikan semua
informasi secara tersurat, tetapi memaksa peserta didik menggali sendiri
informasi yang tersirat. Bahkan di era big data seperti sekarang ini, yaitu
kemudahan mendapatkan data dan informasi melalui internet, sudah selayaknya
instrumen penilaian HOTS juga menuntut peserta didik tidak hanya mencari sendiri
informasi, tetapi juga kritis dalam memilih dan memilah informasi yang
diperlukan.Untuk memenuhi harapan di atas, sebaiknya instrumen penilaian HOTS
menggunakan berbagai representasi, antara lain verbal (berbentuk kalimat),
visual (gambar, bagan, grafik, tabel, termasuk video), simbolis (simbol, ikon,
inisial, isyarat), dan matematis (angka, rumus, persamaan).
4.
Berbasis
permasalahan kontekstual, Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis
situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, di mana peserta didik diharapkan
dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan
masalah. Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat dunia saat ini
terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang angkasa, serta
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan.
Dalam pengertian tersebut termasuk pula bagaimana keterampilan peserta didik
untuk menghubungkan (relate), menginterpretasikan (interprete), menerapkan
(apply) dan mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di
kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata. Berikut ini
diuraikan lima karakteristik asesmen kontekstual, yang disingkat REACT :
i. Relating, asesmen
terkait langsung dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
ii. Experiencing, asesmen
yang ditekankan kepada penggalian (exploration), penemuan (discovery), dan
penciptaan (creation).
iii. Applying, asesmen yang
menuntut kemampuan peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata.
iv. Communicating, asesmen
yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mampu mengomunikasikan kesimpulan
model pada kesimpulan konteks masalah.
5.
Transfering,
asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mentransformasi
konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi atau konteks baru. Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis
pada asesmen autentik, adalah sebagai berikut.
i. Peserta didik
mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar memilih jawaban yang
tersedia;
ii. Tugas-tugas merupakan
tantangan yang dihadapkan dalam dunia nyata;
iii. Tugas-tugas yang
diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar, tetapi memungkinkan
banyak jawaban benar atau semua jawaban benar.
6.
Menggunakan
bentuk soal beragam, Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam sebuah perangkat tes
(soal-soal HOTS) sebagaimana yang digunakan dalam PISA, bertujuan agar dapat
memberikan informasi yang lebih rinci dan menyeluruh tentang kemampuan peserta
tes. Hal ini penting diperhatikan oleh guru agar penilaian yang dilakukan dapat
menjamin prinsip objektif. kemampuan peserta didik sesuai dengan keadaan yang
sesungguhnya. Penilaian yang dilakukan secara objektif, dapat menjamin
akuntabilitas penilaian.
Terdapat
beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butir soal
HOTS diantaranya pilihan ganda dan uraian.
a.
Pilihan
ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak), Soal bentuk pilihan ganda kompleks
bertujuan untuk menguji pemahaman peserta didik terhadap suatu masalah secara
komprehensif yang terkait antara pernyataan satu dengan yang lainnya.
Sebagaimana soal pilihan ganda biasa, soal-soal HOTS yang berbentuk pilihan
ganda kompleks juga memuat stimulus yang bersumber pada situasi kontekstual.
Peserta didik diberikan beberapa pernyataan yang terkait dengan
stilmulus/bacaan, lalu peserta didik diminta memilih benar/salah atau ya/tidak.
Pernyataan-pernyataan yang diberikan tersebut terkait antara satu dengan yang
lainnya. Susunan pernyataan benar dan pernyataan salah agar diacak, tidak
sistematis mengikuti pola tertentu. Susunan yang terpola sistematis dapat
memberi petunjuk kepada jawaban yang benar. Apabila peserta didik menjawab
benar pada semua pernyataan yang diberikan diberikan skor 1 atau apabila
terdapat kesalahan pada salah satu pernyataan maka diberi skor 0.
b.
Uraian,
Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya menuntut peserta didik
untuk mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan
cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut menggunakan kalimatnya
sendiri dalam bentuk tertulis. Dalam
menulis soal bentuk uraian, penulis soal harus mempunyai gambaran tentang ruang
lingkup materi yang ditanyakan dan lingkup jawaban yang diharapkan, kedalaman
dan panjang jawaban, atau rincian jawaban yang mungkin diberikan oleh peserta
didik. Dengan kata lain, ruang lingkup ini menunjukkan kriteria luas atau
sempitnya masalah yang ditanyakan. Di samping itu, ruang lingkup tersebut harus
tegas dan jelas tergambar dalam rumusan soalnya.
3.
LEVEL
KOGNITIF
Sebagaimana
telah diuraikan sebelumnya, terdapat beberapa kata kerja operasional (KKO) yang
sama namun berada pada ranah yang berbeda. Perbedaan penafsiran ini sering
muncul ketika guru menentukan ranah KKO yang akan digunakan dalam penulisan
indikator soal. Untuk meminimalkan permasalahan tersebut, Puspendik (2015)
mengklasifikasikannya menjadi 3 level kognitif sebagaimana digunakan dalam kisi-kisi
UN sejak tahun pelajaran 2015/2016. Pengelompokan level kognitif tersebut
yaitu: pengetahuan dan pemahaman (level 1), aplikasi (level 2), dan penalaran
(level 3).
a.
Pengetahuan
dan Pemahaman (Level 1), Level kognitif pengetahuan dan pemahaman mencakup
dimensi proses berpikir mengetahui (C1) dan memahami (C2). Ciri-ciri soal pada
level 1 adalah mengukur pengetahuan faktual, konsep, dan prosedural. Terkadang
soal-soal pada level 1 merupakan soal kategori sukar, karena untuk menjawab
soal tersebut peserta didik harus dapat mengingat beberapa rumus atau
peristiwa, menghafal definisi, atau menyebutkan langkahlangkah (prosedur)
melakukan sesuatu. Namun soal-soal pada level 1 bukanlah merupakan soal-soal
HOTS.
b.
Aplikasi
(Level 2), Soal-soal pada level kognitif aplikasi membutuhkan kemampuan yang
lebih tinggi daripada level pengetahuan dan pemahaman. Level kognitif aplikasi
mencakup dimensi proses berpikir menerapkan atau mengaplikasikan (C3).
Ciri-ciri soal pada level 2 adalah mengukur kemampuan: a) menggunakan
pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural tertentu pada konsep lain dalam
mapel yang sama atau mapel lainnya; atau b) menerapkan pengetahuan faktual,
konseptual, dan prosedural tertentu untuk menyelesaikan masalah kontekstual
(situasi lain). Bisa jadi soal-soal pada level 2 merupakan soal kategori sedang
atau sukar, karena untuk menjawab soal tersebut peserta didik harus dapat
mengingat beberapa rumus atau peristiwa, menghafal definisi/konsep, atau
menyebutkan langkah-langkah (prosedur) melakukan sesuatu. Selanjutnya
pengetahuan tersebut digunakan pada konsep lain atau untuk menyelesaikan
permasalahan kontekstual. Namun soal-soal pada level 2 bukanlah merupakan
soal-soal HOTS. Contoh KKO yang sering digunakan adalah: menerapkan,
menggunakan, menentukan, menghitung, membuktikan, dan lain-lain.
c.
Penalaran
(Level 3), Level penalaran merupakan level kemampuan berpikir tingkat tinggi
(HOTS), karena untuk menjawab soal-soal pada level 3 peserta didik harus mampu
mengingat, memahami, dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan
prosedural serta memiliki logika dan penalaran yang tinggi untuk memecahkan
masalah-masalah kontekstual (situasi nyata yang tidak rutin). Level penalaran
mencakup dimensi proses berpikir menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan
mengkreasi (C6). Pada dimensi proses berpikir menganalisis (C4) menuntut
kemampuan peserta didik untuk menspesifikasi aspek-aspek/elemen, menguraikan,
mengorganisir, membandingkan, dan menemukan makna tersirat. Pada dimensi proses
berpikir mengevaluasi (C5) menuntut kemampuan peserta didik untuk menyusun
hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan atau
menyalahkan. Sedangkan pada dimensi proses berpikir mengkreasi (C6) menuntut
kemampuan peserta didik untuk merancang, membangun, merencanakan, memproduksi,
menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah.
Soal-soal pada level penalaran tidak selalu merupakan soal-soal sulit.
Ciri-ciri soal pada level 3 adalah menuntut kemampuan menggunakan penalaran dan
logika untuk mengambil keputusan (evaluasi), memprediksi dan merefleksi, serta
kemampuan menyusun strategi baru untuk memecahkan masalah kontesktual yang
tidak rutin. Kemampuan menginterpretasi, mencari hubungan antar konsep, dan
kemampuan mentransfer konsep satu ke konsep lain, merupakan kemampuan yang
sangat penting untuk menyelesaikan soal-soal level 3 (penalaran). Kata kerja
operasional (KKO) yang sering digunakan antara lain: menguraikan,
mengorganisir, membandingkan, menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi,
menilai, menguji, menyimpulkan, merancang, membangun, merencanakan,
memproduksi, menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah,
dan menggubah.
4.
LANGKAH-LANGKAH
PENYUSUNAN SOAL HOTS
Pada
penyusunan soal HOTS, penulis soal dituntut dapat menentukan kompetensi yang
hendak diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar pertanyaan.
Pertanyaan tersebut disertai stimulus yang tepat dalam konteks tertentu sesuai
dengan kompetensi yang diharapkan. Selain itu, materi dengan penalaran tinggi
yang akan ditanyakan, tidak selalu tersedia di dalam buku pelajaran. Oleh
karena itu, dalam penyusunan soal HOTS dibutuhkan penguasaan materi ajar,
keterampilan dalam menulis soal (konstruksi soal), dan kreativitas guru dalam
memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi daerah di sekitar
satuan pendidikan. Berikut
langkah-langkah penyusunan soal HOTS :
a.
Menganalisis
KD, diawali dengan menentukan KD yang terdapat pada Permendikbud no. 37 tahun
2018. Selanjutnya, KD yang sudah ditentukan dianalisis berdasarkan tingkat
kognitifnya. Tidak semua KD yang terdapat pada Permendikbud no. 37 tahun 2018
berada dalam tingkat kognitif yang sama. KD yang berada pada tingkat kognitif
C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (mengkreasi) dapat disusun soal
HOTS. KD yang berada pada tingkat kognitif C1 (mengingat), C2 (memahami), dan
C3 (menerapkan) tidak dapat langsung disusun soal HOTS. KD tersebut dapat
disusun soal HOTS, bila sebelumnya dirumuskan terlebih dahulu IPK pengayaan
dengan tingkat kognitif C4, C5, dan C6. Guru-guru secara mandiri atau melalui
forum KKG/MGMP dapat melakukan analisis KD yang dapat disusun menjadi soal-soal
HOTS.
b.
Menyusun
kisi-kisi soal, digunakan guru untuk menyusun soal HOTS.dalam :
1.
memilih
KD yang dapat dibuat soal HOTS;
2.
menentukan
lingkup materi dan materi yang terkait dengan KD yang akan diuji;
3.
merumuskan
indikator soal;
4.
menentukan
nomor soal;
5.
menentukan
level kognitif (L1 untuk tingkat kognitif C1 dan C2, L2 untuk tingkat C3, dan
L3 untuk tingkat kognitif C4, C5, dan C6);
6.
Menentukan
bentuk soal yang akan digunakan.
c.
Memilih
stimulus yang tepat dan kontekstual, Stimulus yang digunakan harus tepat,
artinya mendorong peserta didik untuk mencermati soal. Stimulus yang tepat
umumnya baru dan belum pernah dibaca oleh peserta didik. Stimulus kontekstual
dimaksudkan stimulus yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari,
menarik, mendorong peserta didik untuk membaca. Dalam konteks Ujian Sekolah,
guru dapat memilih stimulus dari lingkungan sekolah atau daerah setempat.
d.
Menulis
butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal, Butir-butir pertanyaan ditulis
sesuai dengan kaidah penulisan butir soal HOTS. Kaidah penulisan butir soal
HOTS, agak berbeda dengan kaidah penulisan butir soal pada umumnya. Perbedaannya
terletak pada aspek materi, sedangkan pada aspek konstruksi dan bahasa relatif
sama. Setiap butir soal ditulis pada kartu soal, sesuai format terlampir.
e.
Membuat
pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban, Setiap butir soal HOTS yang
ditulis hendaknya dilengkapi dengan pedoman penskoran atau kunci jawaban.
Pedoman penskoran dibuat untuk bentuk soal uraian. Sedangkan kunci jawaban
dibuat untuk bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah,
ya/tidak), dan isian singkat.
Sumber
: Buku Penilaian Berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi, Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
2019
0 comments:
Posting Komentar