Disebuah desa yang dikelilingi perkebunan kopra, kakao, karet, kopi dan teh, hiduplah keluarga sederhana yang terdiri dari Pak Ahmad sebagai ayah, Bu Gita sebagai ibu dan 3 orang anak laki-laki yaitu Paijo, Udin dan Heri, serta 1 orang anak laki-laki yang sudah meninggal sejak balita bernama Tono. Orang-orang desa tersebut sering menyebut keluarga ini dengan sebutan “Keluarga Udin”, karena tingkah laku si Udin yang paling beda.
Pak Ahmad selaku kepala keluarga, pernah menjadi guru di SMP swasta di desanya, kemudian beralih profesi sebagai tukang foto dan tukang ojek. Aktifitas dalam kegiatan kemasyarakatan sangat aktif, mulai membina klub sepak bola, bola volley, brigde serta kegiatan budaya dan keagamaan. Banyak prestasi yang dihasilkan antara lain, membawa klub sepak bola dan bola volley maju sampai juara piala bupati, club brigde sampai juara piala gubernur, dan tim kesenian ludruk sering manggung di acara kabupaten dan propinsi.
Sedangkan Bu Gita selaku ibu rumah tangga juga bekerja sebagai karyawan di perkebunan sebagai tenaga kesehatan, yang pada waktu itu tugasnya meliputi seluruh wilayah perkebunan, mulai membantu kelahiran, sunatan, operasi kecil sampai meracik obat dan posyandu. Hampir semua warga diseluruh wilayah perkebunan mengenal beliau karena keiklasan dan kedermawanan dalam menolong orang yang membutuhkan tanpa mengenal waktu dan jarak, serta merupakan ibu bagi anak-anak yang berhasil ditolong proses kelahirannya.
Paijo selaku anak sulung mempunyai tugas membersihkan dan menyiapkan penerangan petromak dan lampu minyak untuk penerangan diwaktu malam. Pendidikan formalnya dimulai dari SD dan SMP di sekolah perkebunan, SMA pindah ke daerah kawedanan dan perguruan tingginya di ibukota propinsi mengambil jurusan pertanian.
Tono selaku anak kedua meninggal ketika berusia masih balita dan dimakamkam di pemakaman non muslim di desa tetangga, karena yang mempunyai fasilitas pemakaman non muslim.
Udin selaku anak ketiga mempunyai tugas mencari kayu bakar, mencuci dan memasak. Pendidikan formalnya SD di sekolah perkebunan, SMP di kota kecamatan, SMA di kota kabupaten dan perguruan tingginya di luar propinsi mengambil jurusan pendidikan.
Heri selaku anak bungsu mempunyai tugas membersihkan rumah mulai menyapu dan mengepel lantai. Pendidikan formalnya SD di sekolah perkebunan, SMP di kota kecamatan, SMA di kota kabupaten dan perguruan tingginya di ibu kota propinsi mengambil jurusan kesehatan.
Kondisi keluarga Udin termasuk dalam keluarga sederhana, dimulai dari dtinggal di perumahan perkebunan kemudian pindah ke rumah peninggalan belanda yang berada di sekitar perkebunan. Dalam mendidik anak-anaknya Pak Ahmad lebih menekankan pada kedisiplinan dan hukuman yang tegas, seperti setiap anaknya yang melakukan kesalahan dihukum di kunci di kamar, dipukul pakai sandal jepit dan ditambahin pekerjaan rumah. Sedangkan Bu Gita lebih mengayomi dan sering mangajak anak-anaknya untuk ikut keliling didaerah perkebunan pada saat menolong warga yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Disamping itu semua anak diajarin untuk mandiri dengan cara membantu menjemur foto, memotong foto sesuai ukuran dan mencatat pesanan foto afdrukan, adapan pembagian kerjanya Paijo bagian mengantar ayah saat ada pangilan foto keluar desa atau kesekolah-sekolah, Udin membantu afdruk dan cetak foto, Heri bagian menjemur dan memotong foto dan menyimpannya.
Dari ketiga bersaudara tersebut, kehidupan keseharian Udin yang paling nyeleneh yang membuat warga sekitar sering mengadukan ke orang tua Udin. Kenakalan Udin merupakan hal unik yang sering dilakukan oleh anak-anak, mulai dari berkelahi, mengusilin atau menjahilin orang lain dan membuat jengkel dan kesel orang lain.
Penasaran dengan kehidupan dan keisengan dari Udin, ikuti terus kisah cerita si Udin selanjutnya dalam rangkaian cerita “UDIN THE SERIES”.
Cerita dalam “UDIN THE SERIES” adalah cerita fiktif, jika terdapat kesamaan tempat, nama dan kejadian/peristiwa mohon dimaafkan dan dimaklumi, terima kasih
0 comments:
Posting Komentar